Senin, 15 November 2010

Alquran Basis Matamtika

Matematika memang menarik

Yup, matematika memang menarik. Meski saya bukan seorang matematikawan tapi sadar atau tidak di kehidupan kita juga semua berisi matematika. Bahkan untuk sekedar - maaf - buang air besar juga berlandaskan teori matematika. Hal-hal kecil sampai hal-hal besar juga berlandaskan matematika. Apalagi di dunia komputer yang notabene sarat dengan teori dan terapan matematika.
Termasuk buku yang saat ini baru saja datang ke kantor saya. Judulnya "Matematika Islam, Sebuah Pendekatan Rasional Untuk Yakin" yang dibuat oleh Prof. K.H. Fahmi Basya seorang pengajar matematika di Universitas Islam Negeri Jakarta. Buku yang sangat menarik sebab kebetulan di mailing Group Leader INDC juga sedang memperbincangkan mengenai topik matematika. Kata pengantar buku tersebut dibuat oleh Prof. Komaruddin Hidayat yakni Rektor Universitas Islam Negeri Jakarta.
Mujizat Al Quran, kitab suci umat Islam, tidak pernah diragukan. Sejak diturunkan oleh Sang Pencipta kepada Nabi Muhammad SAW, hingga kini keasliannya masih terjaga dengan sangat baik.
Namun, walaupun begitu belum banyak orang yang membedah Al Quran dari sisi keilmuan Matematika. KH. Fahmi Basya berhasil menemukan banyak penemuan baru berupa definisi dan dalil, dan seluruhnya bersumber dari Al Quran. Semua ini dilakukan dengan ketekunan dan kecermatan luar biasa sejak 1972 hingga kini.
Dari halaman pertama, buku tersebut menarik untuk tetap dibaca hingga tuntas. KH Fahmi Basya mengupas banyak hal, antara lain : Aksioma 19 dalam Al Quran. Filosofi kota Al Quran, Rahasia Nun dan Nuh, Waktu 50 pada Peristiwa Isra Mi'raj, Puasa 6 dan Kalimat Allahu Akbar, hingga penemuan mengapa diharamkan shalat sunnah setelah shalat Ashar. Semua ini ditinjau dari sudut pandang matematika.
Beberapa yang saya ringkas dari kata pengantar beliau adalah sebagai berikut :
"Suatu hari sewaktu melakukan riset di Universitas McGill, Montreal, Canada, saya terlibat perbincangan dengan seorang profesor (Barat) yang menurut kabar bisik-bisik telah berpindah agama lalu menjadi seorang muslim. Di Barat, tidak semua orang menyatakan terbuka mengenai agamanya, terlebih lagi kalau berpindah ke Islam. Agama adalah urusan pribadi dengan Tuhan. Jadi saya berusaha untuk hati-hati ketika bertanya tentang Islam. "Sebagai dosen Islamologi, apa yang paling menarik dalam melakukan penelitian seputar agama yang dibawa Muhammad ini ?". "Saya sangat terkesan dengan Al Quran", jawabnya spontan. Karena begitu spontan jawabnya, maka saya menjadi penasaran dan bertanya lebih lanjut, mengapa Al Quran begitu menarik dan amat mengesankan baginya".
Beberapa penjelasan yang masih saya ingat antara lain ialah, katanya, jika saya membaca buku-buku teori akademis, cukuplah seminggu persiapannya dan saya sudah bisa menjelaskan di depan mahasiswa hampir 80% dari kandungan buku serta formula pokoknya. Kalau saya membaca buku novel, maka cukuplah sekali saja, sudah malas membaca untuk yang kedua kalinya. Buku-buku ilmiah itu logikanya linier, runtut, mudah diikuti uraiannya sejak dari judul, daftar isi, masalah pokok, metode pembahasan, tesis pokok yang disajikan, dan kemudian kritik serta kesimpulan. Dengan metode speed reading, sebuah buku tebal bisa tamat dibaca hanya dalam waktu sehari saja atau bahkan dalam hitungan jam. Tetapi, lanjutnya, sungguh berbeda kalau saya membaca Al Quran. pada awalnya saya bingung dengan gaya bahasa nya dan urutan ceritanya yang kadangkala terasa meloncat-loncat tidak sistematis. Namun saya berusaha terus untuk bisa mendekati dan menikmati Al Quran. Kalau memang betul Al Quran ini susunannya kacau dan pesannyapun tidak konsisten, bagaimana mungkin kitab ini selalu dicetak ulang tanpa bisa dihitung lagi jumlah omzetnya ?, pikirku. Dan lagi, tebal Al Quran yang jumlah huruf dan kalimatnya sejak abad ke-6 tidak pernah bertambah dan berubah, mengapa telah melahirkan sekian juta buku yang semuanya terinspirasi dari Al Quran ? Sungguh membuat saya kagum, mengapa Al Quran bisa mendorong pembacanya untuk menulis buku membahas tentang dirinya dari zaman ke zaman.
Demikianlah, berbagai pertanyaan dan diskusi dengan profesor di McGill, Canada, mengenai keunikan Al Quran tadi masih terekam di benak saya. Salah satu kesimpulan yang selalu saya ingat, menurutnya, gaya penuturan Al Quran bersifat kompleks. Ada kalanya linier, lalu memutar balik, dan kalau dicermati saling berhubungan sehingga membentuk jaringan makna dalam pola bola dunia, sebagaimana jaringan kehidupan sosial. Tak seorangpun bisa hidup tanpa berhubungan dengan yang lain. Begitulah Al Quran, ayat yang satu menafsirkan dan memperkuat ayat lain. Sekalipun ada kata-kata yang diulang-ulang, namun selalu memiliki konteks yang berbeda. "When I read Quran, I fell I take a long and beautiful journey of meaning through sentence by sentence, word by word", begitu kira-kira pengakuannya. Dalam bahasa komputer, ketika membuka Al Quran bagaikan kita membuka komputer lalu masuk ke internet, sebuah dunia hyper-text, bsia menghabiskan waktu berjam-jam untuk keliling dunia hanya di depan komputer. Begitulah analog yang mudah untuk menggambarkan kandungan Al Quran. Kita diajak untuk memasuki dunia makna, imajinasi, informasi, sastra, dan sekian aspek lain sehingga setiap seseorang membaca dan merenung, pasti akan ditemukan hal-hal yang baru. "Even when I read the same ayat as I did yesterday, I am surprised because I got a different impression and feeling. It always conveys a new nuance and sometimes absolutely amazing", tuturnya.
Demikianlah, apa yang diceritakan seorang teman tadi semakin menyadarkan saya akan keunikan Al Quran. Dan ketika saya mempelajari keunikan struktur otak dan cara kerjanya, ternyata potensi dan kinerja otak mirip sekali dengan struktur logika Al Quran. Syaraf dan sel-sel otak yang jumlahnya milyaran ternyata kinerjanya saling berkait-kaitan. Informasi apapun yang diterima oleh otak akan tersimpan selamanya. Yang penting adalah bagaimana seseorang memiliki kemampuan teknikal untuk menyimpan setiap informasi itu ke dalam synapse, semacam rak buku yang terbentuk oleh jaringan otak, lalu dibuat klasifikasi dan sintesa dengan informasi yang lain. Jadi, yang namanya orang pintar dan kreatif adalah mereka yang memiliki simpanan informasi sebanyak mungkin, lalu disintesakan dengan lainnya sehingga melahirkan formula baru. Dengan demikian, sesungguhnya tidak ada sesuatu yang baru, melainkan hasil sintesa. Menurut pakar neuropsikologi, diperkirakan potensi otak m anusia rata-rata baru digunakan di bawah 2% dari semua potensi yang ada. Ini mirip dengan seorang yang membeli komputer canggih, yang digunakan mungkin hanya satu atau dua program saja, selebihnya percuma.
Tentang potensi dan fungsi otak, dalam bahasa psikologi ada ungkapan "You use it or lose it". Otak, jikalau tidak digunakan maka jaringannya akan mati dan tidak berfungsi. Demikianlah, sedikit penjelasan mengenai kinerja otak ini hanya untuk memberikan gambaran, betapa terjadi kaitan tali-temali dan sangat kreratif antara masing-masing kata dan ayat-ayat Al Quran sehingga sejak diturunkannya sampai sekarang selalu saja melahirkan informasi baru ketika dikaji ulang secara kreatif dan imajinatif. Jutaan buku dan artikel telah ditulis yang semuanya membicarakan, menggali, dan mengembangkan gagasan Al Quran.
Buku yang ada di tangan pembaca ini bisa dikategorikan sebagai salah satu hikmah dan ilmu yang dikandung Al Quran, yang digali oleh saudara Fahmi Basya. karena dia memiliki latar pendidikan yang kuat dalam bidang matematika, dan ditambah dengan kecintaannya pada Al Quran, maka dia sangat peka dan kreatif sekali untuk melakukan penelitian kemukjizatan Al Quran dari pendekatan matematis. Kajian serupa memang pernah dilakukan oleh sarjana-sarjana lainnya, tetapi apa yang disajikan oleh Saudara Fahmi Basya adalah orisinal sebagai temuan dan ijtihadnya. Dari temuan yang ada, suatu hal yang sangat menakjubkan adalah, bagaimana mungkin Muhammad menerima dan menyusun Al Quran dalam kurun waktu sekitar 23 tahun memiliki rumusan dan kalkulasi matematis, kalau saja tanpa campur tangan Jibril ? Temuan ini penting untuk digarisbawahi mengingat seringkali para orientalis menganggap Al Quran sebagai karangan Muhammad belaka. Namun keraguan itu akan menjadi absurd ketika dibuktikan bahwa secara matematis banyak ditemukan adanya keajaiban yang sulit dibayangkan bahwa hal itu produk seorang ummi (orang yang tidak bisa baca-tulis), yang hidup di padang pasir pada abad ke-6.
Demikianlah, Al Quran selalu membuka diri untuk diinterogasi, ditanya, digali, dibantah, didebat, dan entah diapakan lagi sepanjang perjalanannya sejak diwahyukan sampai sekarang. Bagi yang memiliki kedalaman ilmu kedokteran, maka Al Quran membuka diri untuk diajak dialog seputar kedokteran. Bagi yang menguasi ilmu pertanian, kelautan, astronomi, ilmu jiwa ataupun cabang ilmu lainnya, maka Al Quran akan membuka diri untuk dikaji, digali, dan bahkan diinterogasi. Dan nyatanya hingga saat ini semakin banyak sarjana muslim yang menguasi berbagai disiplin keilmuan, mereka malah semakin respek dan yakin bahwa Al Quran adalah kalam ilahi yang didalamnya menganadung isyarat-isyarat ilmiah yang tidak pernah habis-habisnya digali."